RADAR JABAR DISWAY (Jakarta, 10 Desember 2025) — Dengan potensi panas bumi Indonesia mencapai 23,7 gigawatt (GW)—sekitar 40 persen dari total potensi geothermal dunia—energi panas bumi menawarkan peluang besar untuk menghadirkan listrik bersih dan andal bagi berbagai wilayah. Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi dengan kapasitas terpasang geothermal terbesar di Indonesia, berperan penting dalam mendukung transisi energi melalui penyediaan pasokan listrik rendah emisi yang konsisten.
Di tengah meningkatnya kebutuhan listrik dan tuntutan akan sumber energi yang lebih ramah lingkungan, panas bumi memberikan solusi jangka panjang yang mampu memenuhi kebutuhan daerah sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem.
Pemanfaatan geothermal tersebut turut dirasakan masyarakat Jawa Barat melalui peningkatan keandalan sistem kelistrikan. Dengan kapasitas terpasang lebih dari 1.100 MW, pembangkit-pembangkit geothermal di provinsi ini memasok sebagian kebutuhan sistem Jawa–Bali, jaringan kelistrikan terbesar di Indonesia. Kontribusi ini membantu menjaga stabilitas pasokan listrik di layanan publik, permukiman, dan pusat ekonomi, sehingga manfaat energi bersih dapat dinikmati secara lebih merata oleh masyarakat.
Berbagai Temuan dan Dukungan Fakta Ilmiah
Kajian hidrologi dan praktik teknis menunjukkan bahwa pemanfaatan panas bumi tidak mengganggu sumber air masyarakat. Berdasarkan pedoman teknis Direktorat Panas Bumi dan data hidrogeologi Badan Geologi ESDM, reservoir panas bumi umumnya berada pada kedalaman sekitar 1.000–3.000 meter, jauh di bawah akuifer air tanah dangkal yang berada pada kisaran 10–300 meter. Perbedaan lapisan geologi ini memastikan kedua sistem tidak saling berinteraksi.
Melalui sistem tertutup (closed loop), fluida panas yang dimanfaatkan dikembalikan ke dalam bumi dan tidak menghasilkan pembuangan limbah cair di permukaan. Uap putih yang terlihat dari fasilitas geothermal merupakan uap air murni (H₂O), bukan emisi berbahaya. Konstruksi sumur geothermal yang menggunakan baja dan semen berlapis juga memastikan tidak adanya kontak antara fluida panas bumi dan sumber air dangkal. Temuan ilmiah ini menegaskan bahwa teknologi geothermal dapat dioperasikan dengan aman tanpa mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat.
Pakar geothermal dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ali Ashat, menegaskan keunggulan lingkungan energi ini. “Jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000 gCO₂/kWh, geothermal hanya sekitar 100 gCO₂/kWh atau bahkan lebih rendah,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa sumber panas bumi berada jauh di bawah permukaan sehingga tidak berinteraksi dengan air tanah warga.
Pengembangan panas bumi di Jawa Barat dijalankan melalui pendekatan konservasi yang terukur, terutama pada area yang berdekatan dengan kawasan hutan lindung. Evaluasi lingkungan menunjukkan bahwa ruang yang dimanfaatkan untuk fasilitas geothermal berada pada porsi lahan yang sangat kecil—termasuk di Wilayah Kerja Panas Bumi Cipanas, di mana area operasionalnya hanya sekitar 0,02% dari total kawasan konservasi—dan ditempatkan pada zona pemanfaatan atau lahan eksisting sesuai tata kelola kawasan.
BACA JUGA:42 Inovator Ramaikan Bumi Berseru Fest 2025
Seluruh aktivitas dipantau secara berkala, mulai dari kondisi hidrologi hingga keanekaragaman hayati, untuk memastikan fungsi ekologis kawasan tetap berjalan tanpa mengganggu area bernilai konservasi tinggi. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pengembangan geothermal dapat dilakukan secara hati-hati dan tetap sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan.
Kerangka Regulasi dan Dukungan Kebijakan untuk Transisi Energi
Meski secara hukum panas bumi dikategorikan sebagai pertambangan, karakter operasionalnya berbeda secara fundamental dari industri ekstraktif. Geothermal tidak mengambil mineral padat atau fosil, tidak membuka lahan skala besar, serta tidak meninggalkan lubang galian. Sistem tertutup membuat risiko pencemaran sangat rendah, dan lokasi fasilitas umumnya mempertahankan tutupan vegetasi sehingga dapat berdampingan dengan pertanian, kehutanan, dan kegiatan masyarakat. Pemantauan jangka panjang juga menunjukkan dampak minimal terhadap tanah, air, dan keanekaragaman hayati. Kerangka regulasi yang ketat memastikan pemanfaatan panas bumi berlangsung bertanggung jawab dan tetap selaras dengan lingkungan, menjadikannya salah satu contoh praktik pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan di sektor energi Indonesia.
Pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai percepatan pengembangan panas bumi sebagai langkah strategis untuk mencapai kemandirian energi bersih nasional.
BACA JUGA:Warga Margamukti Apresiasi Bupati Kang DS, 13 Titik Jalan Terbangun dari Bonus Panas Bumi
Menurutnya, “Sekarang ada upaya pemerintah untuk mengakselerasi perkembangan geothermal di aspek pengembangan dan pengusahaan, sehingga tercapai kemandirian energi bersih dan terbarukan.”
Pemerintah terus memperkuat kebijakan melalui penyederhanaan perizinan, peningkatan kepastian investasi, dan pengawasan yang lebih terukur agar pengembangan panas bumi berjalan aman, efisien, dan selaras dengan konservasi alam.