Dia berharap, UMKM Indonesia naik kelas, lebih inovatif, lebih terhubung, dan menjadi motor pertumbuhan yang kuat dan mandiri.
APINDO Expo & UMKM Fair 2025 mempertemukan ribuan pelaku UMKM dengan pelaku usaha besar, pemerintah, investor, dan pemangku kebijakan lainnya dalam satu ekosistem kolaboratif.
BACA JUGA:Kantongi Sertifikasi FDA, UMKM Asli Bandung Unjuk Gigi di Davos
Tidak hanya pameran produk unggulan dari berbagai daerah, Expo ini juga menghadirkan workshop tematik, pelatihan, penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), peluncuran buku panduan Environmental, Social, and Governance (ESG) untuk UMKM dan diskusi kebijakan yang membahas isu-isu krusial UMKM seperti digitalisasi, ekspor, pembiayaan inklusif, serta inovasi produk dan manajemen usaha.
UMKM yang masih dibatasi oleh tantangan struktural dilatarbelakangi oleh keterbatasan akses pembiayaan, minimnya adopsi teknologi, dan rendahnya integrasi dalam rantai pasok.
Hasil survei APINDO menunjukan 51 persen UMKM kesulitan memperoleh pembiayaan, 80 persen masih bergantung pada modal pribadi, dan hanya 4,1 persen yang berhasil menembus rantai nilai global sehingga tertinggal jauh dibandingkan Vietnam (24 persen), Thailand (29 persen), atau Singapura (41 persen). Kesenjangan ini bukan hanya soal kapasitas, tetapi juga persoalan akses, keterhubungan, dan kolaborasi lintas sektor yang belum optimal.
Salah satu komitmen jangka panjang, APINDO menghadirkan program APINDO UMKM Merdeka (AUM) sebagai model pemberdayaan berbasis kolaborasi pentahelix yang melibatkan dunia usaha, pemerintah, akademisi, hingga komunitas. Tahun 2024 lalu, program ini telah menjangkau 425 UMKM di 9 provinsi, melibatkan 247 mahasiswa dari 164 perguruan tinggi, didampingi 173 mentor dan 27 perusahaan mitra.
Untuk tahun 2025, program ini diperluas melalui berbagai inisiatif seperti sosialisasi Green Jobs dan Green UMKM, integrasi dengan Diplomat Success Challenge (DSC), eksplorasi ke e-katalog elektronik LKPP, serta sinergi dalam program Magang Berdampak dan PRIMA PTKI.