RADAR JABAR - Temuan Forest Watch Indonesia (FWI) mengungkapkan bahwa hutan di tiga hulu sungai, yaitu Ciliwung, Bekasi, dan Cisadane, mengalami kerusakan parah seluas 2.300 hektare. Hilangnya hutan ini mengurangi kemampuannya dalam menjaga konservasi air dan tanah.
Menurut pengkampanye hutan FWI, Tsabit Khairul Auni, hutan berperan penting dalam menyimpan air di dalam tanah dan mencegah aliran air hujan langsung menuju sungai.
Alih fungsi lahan di hulu daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane menyebabkan sungai meluap, yang berkontribusi pada banjir di wilayah Puncak, Jakarta, dan Bekasi. Berkurangnya hutan alam mengurangi daya serap tanah terhadap air, sehingga meningkatkan risiko run-off dan mempercepat terjadinya banjir.
Masifnya konversi lahan menjadi kawasan terbangun, seperti villa, objek wisata, rest area, permukiman, dan infrastruktur jalan, memperburuk kondisi ini. Bangunan tersebut menghambat infiltrasi air hujan ke dalam tanah, meningkatkan risiko banjir.
BACA JUGA:Dinas Pertanian Karawang Targetkan Produksi Gabah Kering Capai 1,4 Juta Ton pada 2025
BACA JUGA:Disperdagin Kabupaten Bogor Bocorkan Dua Titik Lokasi Operasi Pasar Murah Berikutnya
Catatan FWI (2025) menunjukkan bahwa deforestasi di ketiga DAS tersebut mencapai 2.300 hektare antara 2017 hingga 2023, setara dengan 850 kali luas lahan Gedung Sate di Bandung. Selain itu, analisis FWI mencatat perubahan signifikan pada kondisi hutan di Kawasan Puncak Bogor dari 2017 hingga 2024 akibat alih fungsi lahan yang terus berlanjut.
Di Kecamatan Megamendung dan Cisarua, Bogor, dari total kerusakan hutan alam seluas 310 hektare, sekitar 208,76 hektare telah berubah menjadi perkebunan, 26,64 hektare menjadi lahan terbangun, dan 75,33 hektare menjadi lahan terbuka.