Efektivitas Kenaikan UMP 2025 dalam Mengatasi Kemiskinan

Kamis 26-12-2024,09:37 WIB
Reporter : Fadillah Asriani
Editor : Fadillah Asriani

RADAR JABAR- Pemerintah secara resmi telah menaikkan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.

Presiden Prabowo Subianto menyebutkan bahwa kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan rekomendasi awal dari Menteri Ketenagakerjaan yang mengusulkan kenaikan sebesar 6 persen.

Garis kemiskinan didefinisikan sebagai jumlah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya selama satu bulan, mencakup kebutuhan makanan dan non-makanan.

Garis kemiskinan per rumah tangga mencerminkan rata-rata nilai rupiah minimum yang dibutuhkan sebuah rumah tangga untuk keluar dari kategori miskin.

Nilai ini dihitung dengan mengalikan garis kemiskinan per kapita dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di setiap daerah.

Meskipun besaran UMP 2025 di beberapa provinsi lebih tinggi dari garis kemiskinan per rumah tangga berdasarkan data Maret 2024 dari BPS, sebagian besar provinsi seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah masih menunjukkan UMP yang lebih rendah dari garis kemiskinan per rumah tangga.

Misalnya, di Maluku, UMP 2025 hanya sebesar Rp3.141.700, sedangkan garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2024 mencapai Rp4.602.094.

Di Jawa Timur, UMP 2025 sedikit lebih tinggi dari garis kemiskinan per rumah tangga, yaitu Rp2.305.985 dibandingkan Rp2.273.157.

 

BACA JUGA:Kenaikan UMK 2025 Sebesar 6,5 Persen Diapresiasi, Ini Harapan FSPSI Kabupaten Bandung

BACA JUGA:Pj Gubernur Jabar Tetapkan UMK Tahun 2025: Kota Bekasi Tertinggi dan Banjar Terendah

 

Situasi ini menggarisbawahi bahwa penetapan UMP belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan minimum rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Jika upah pekerja lebih rendah atau hanya sedikit di atas garis kemiskinan, rumah tangga tersebut rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan, terutama jika terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok.

Oleh karena itu, penting untuk menjadikan garis kemiskinan sebagai salah satu acuan dalam menentukan UMP agar pekerja mampu memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga.

Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen memang membawa angin segar bagi pekerja, tetapi idealnya, UMP disesuaikan dengan garis kemiskinan per rumah tangga agar lebih relevan.

Hal ini menjadi semakin penting mengingat mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen.

Center of Economic and Law Studies (Celios) memprediksi kenaikan ini akan mendorong inflasi hingga 4,11 persen dari tingkat inflasi tahunan per November 2024 sebesar 1,55 persen.

Kenaikan PPN juga diperkirakan akan melemahkan daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, karena lonjakan harga barang kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, dan transportasi.

Dampak dari kenaikan harga ini berisiko besar bagi rumah tangga yang kepala keluarganya bekerja di wilayah dengan UMP yang rendah.

Kenaikan biaya hidup dapat memaksa mereka mengurangi konsumsi atau mengorbankan kebutuhan penting lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan.

Ketiadaan tabungan atau aset juga membuat kelompok ini sulit menyerap dampak kenaikan harga, sehingga mereka mungkin berhutang atau mencari penghasilan tambahan di sektor informal, yang dapat memperburuk ketidakstabilan ekonomi rumah tangga dan meningkatkan angka kemiskinan.

Pemerintah telah menyiapkan beberapa stimulus untuk mengurangi dampak kenaikan PPN, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kilogram per bulan untuk 16 juta keluarga selama dua bulan pertama 2025, serta diskon listrik untuk pelanggan 450-2200 VA.

Namun, stimulus yang bersifat sementara ini dinilai belum cukup untuk menanggulangi kenaikan biaya hidup yang bersifat permanen.

Ke depan, evaluasi terhadap formula penentuan UMP menjadi sangat diperlukan. Berdasarkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2024, UMP ditentukan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Namun, proyeksi dampak inflasi akibat kenaikan PPN dan peningkatan biaya hidup lain seharusnya turut menjadi acuan.

Dengan demikian, UMP dapat benar-benar mencerminkan kebutuhan hidup layak di setiap daerah dan membantu masyarakat terhindar dari kemiskinan.

Kategori :