Kementerian Kesehatan (Kemenkes): Kenaikan Cukai Rokok Dapat Mengurangi Perokok Muda

Selasa 17-12-2024,11:41 WIB
Reporter : Fadillah Asriani
Editor : Fadillah Asriani

RADAR JABAR- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok berkontribusi menekan konsumsi rokok sebesar 10-15 persen.

Kebijakan menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) rokok elektrik dan produk olahan tembakau diyakini dapat mencegah akses perokok muda terhadap rokok.

“Prevalensi merokok di Indonesia mengalami penurunan. Untuk remaja usia 10-18 tahun, angkanya turun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 7,4 persen pada 2023. Sementara itu, untuk usia 10 tahun ke atas, prevalensinya turun dari 28,9 persen pada 2018 menjadi 27,1 persen pada 2023,” ungkap Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, yang dilansir dari laman Antara.

Meski demikian, Nadia menekankan perlunya upaya multisektor untuk menekan angka perokok karena kebijakan fiskal maupun non-fiskal saja tidak cukup.

“Merokok merupakan salah satu faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM), dan kebiasaan ini sangat sulit dihentikan. Oleh sebab itu, langkah pencegahan merokok perlu difokuskan pada anak-anak dan remaja, karena risiko bagi perokok aktif maupun pasif sama tingginya,” ujarnya.

 

BACA JUGA:Gempur Rokok Ilegal, Pemkab Bandung Gelar Sosialisasi Ketentuan Bidang Cukai Tembakau

BACA JUGA:Polresta Cirebon Sita 681 Bungkus Rokok Tanpa Label Peringatan Kesehatan

 

Nadia mencontohkan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah anak-anak merokok, salah satunya adalah penerapan pesan kesehatan pada kemasan rokok.

Selain itu, kebijakan multisektoral seperti penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah dan area bermain, serta larangan penjualan rokok batangan juga diperlukan.

“Tidak boleh ada iklan rokok dalam radius 500 meter dari tempat pendidikan atau area bermain anak, dan penjualan rokok juga tidak diperbolehkan dalam jarak 200 meter dari lokasi tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Nadia menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengenali rokok elektronik yang bentuknya berbeda dari rokok konvensional, agar dapat melindungi anak dari produk tersebut.

“Sebagai gantinya, pengeluaran untuk rokok sebaiknya dialihkan untuk membeli makanan berprotein bagi keluarga. Ingat, harga satu batang rokok setara dengan satu butir telur,” tambahnya.

Situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa pada 2018, terdapat 38 negara yang memberlakukan pajak rokok dengan tarif tinggi.

 

BACA JUGA:Pemerintah Majalengka Intensifkan Razia Rokok Ilegal untuk Tekan Peredaran Tanpa Cukai

BACA JUGA:Rugikan Negara Rp.3,3 Miliar, 4,5 Juta Batang Rokok Ilegal Dimusnahkan Pemkab Bandung Bersama Bea Cukai

 

Berdasarkan analisis WHO pada 2016, konsumsi rokok di China mengalami penurunan setelah kenaikan pajak rokok. WHO memperkirakan jumlah rokok yang dikonsumsi di China turun sebesar 3,3 persen pada periode April 2015 hingga Maret 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, di Kolombia, konsumsi rokok berkurang sebesar 34 persen pada 2018 setelah pajak rokok dinaikkan hingga tiga kali lipat dari 2016 hingga 2018. Kenaikan pajak tersebut terus berlanjut sejak 2019.

Tak hanya menurunkan angka konsumsi, pendapatan pajak Kolombia dari rokok juga meningkat hampir dua kali lipat dan digunakan untuk mendukung program jaminan kesehatan universal di negara tersebut.

Kategori :