RADAR JABAR - Parlemen Eropa mengadakan sidang untuk membahas agresi Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. Dalam pertemuan ini, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengakui hak Israel untuk membela diri, namun menekankan bahwa ada batasan yang harus dihormati.
Borrell mengungkapkan kekhawatiran mengenai semakin sulitnya mencapai gencatan senjata dan memperluasnya konflik di kawasan tersebut.
Ia menyoroti pentingnya solusi politik yang lebih mendalam, melampaui sekadar bantuan kemanusiaan dan peperangan, dengan menekankan bahwa solusi dua negara adalah yang paling diterima oleh komunitas internasional untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Namun, ia juga mengkritik penolakan Israel terhadap solusi ini.
Beberapa anggota parlemen sayap kanan menuduh Borrell menyetarakan Hamas dengan Israel ketika dia menyebutkan bahwa hampir 41.000 orang tewas dalam agresi Israel. Borrell menolak tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa tidak semua kritik terhadap Israel adalah antisemitisme.
BACA JUGA:Krisis Kesehatan Gaza: 146 Dokter Tewas dan Kekurangan Obat di Tengah Blokade Israel
BACA JUGA:Referendum Nuklir Kazakhstan: Hampir 58 Persen Pemilih Berpartisipasi
Sejumlah anggota parlemen, termasuk Marc Botenga dari Belgia dan Grzegorz Braun dari Polandia, mengkritik sidang yang dinilai terlalu fokus pada korban Israel dan mengabaikan ribuan warga Palestina yang tewas.
Estrella Galan Perez dari Spanyol juga mengecam kebijakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dianggap lebih memprioritaskan kekuasaannya dibanding kepentingan para korban, dan mendesak Uni Eropa untuk bertindak lebih tegas, termasuk mempertimbangkan embargo senjata terhadap Israel.
Hingga saat ini, agresi Israel telah menyebabkan lebih dari 42.000 warga Gaza, kebanyakan wanita dan anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka, serta memicu krisis kemanusiaan akibat blokade Israel yang menyebabkan kelangkaan pangan, air bersih, dan obat-obatan.*