BACA JUGA:10 Pertanda Hubungan Asmara Kamu Sudah Toxic dan Tidak Sehat
BACA JUGA:10 Ciri-Ciri Pacar yang Toxic yang Harus Kamu Sadari
Contoh kasusnya adalah video pemukulan anjing yang dilakukan oleh seorang petugas keamanan di Jakarta. Pada awalnya, video tersebut viral karena berita yang tidak jelas dan komentar dari beberapa artis yang belum melakukan riset.
Akibatnya, petugas keamanan tersebut secara tidak langsung di-cancel oleh masyarakat karena tindakan memukul anjing yang terlihat dalam video viral itu. Bahkan, petugas keamanan tersebut dipecat dari pekerjaannya, yang tentu saja menjadi catatan buruk baginya dalam mencari pekerjaan di masa depan.
Namun, fakta mengejutkan terungkap kemudian: anjing yang dipukul adalah anjing milik petugas keamanan itu sendiri, dan pemukulan tersebut merupakan bentuk latihan serta teguran karena anjingnya sedang menyerang seekor kucing.
Ini menunjukkan adanya salah sasaran dalam cancel culture, di mana seseorang telah di-cancel sebelum semua fakta terungkap. Kasus ini hanya satu contoh dari banyak kejadian serupa di mana tindakan cancel culture sering kali terjadi tanpa verifikasi kebenaran terlebih dahulu.
Jika kita melihat kasus yang dibawa ke pengadilan, seperti kasus Johnny Depp dan Amber Heard, kita bisa melihat bagaimana cancel culture bekerja. Awalnya, Johnny Depp yang di-cancel karena tuduhan dari Amber Heard.
Namun, setelah proses pengadilan dan terungkapnya banyak fakta baru, tuduhan tersebut terbukti keliru. Akibatnya, Amber Heard yang terkena dampaknya, dengan karirnya sebagai aktris terdampak, bahkan dikeluarkan dari beberapa proyek film.
BACA JUGA:6 Teori Konspirasi Patrick Star di Serial SpongeBob Squarepants, Penjahat yang Pura-Pura Bodoh?
BACA JUGA:10 Cara Membaca Kepribadian Orang dengan Cepat
Contoh lain adalah kasus MrBeast, seorang YouTuber terkenal. Aib masa lalunya dan perilaku problematik dari teman dekatnya terungkap, yang membuat channel MrBeast berada di ambang kemungkinan untuk di-cancel. Semua contoh ini menunjukkan dampak dari cancel culture yang sering kali terjadi secara terburu-buru di era media sosial.
Lantas, bagaimana seharusnya kita menentukan siapa yang layak di-cancel? Idealnya, kita harus membatalkan seseorang yang berulang kali melakukan kesalahan yang sama atau telah melakukan tindakan yang merugikan banyak orang.
Pertimbangkan Seberapa Besar Kesalahannya
Kita sebagai manusia biasanya bisa membedakan antara perilaku yang bisa ditolerir dan yang tidak. Namun, seringkali situasinya terbalik, seseorang yang melakukan kesalahan kecil dan telah melakukan klarifikasi malah terus-menerus diungkit, sementara mereka yang melakukan pelanggaran besar seringkali terus mendapatkan perhatian dan kesempatan.
Pada intinya, penting untuk berpikir dua kali dan mempertimbangkan moralitas tinggi sebelum bertindak. Banyak hal yang kita lihat di internet belum tentu benar adanya; bisa saja itu hanya video yang sengaja diviralkan untuk menyerang pihak tertentu demi keuntungan pribadi. Di sisi lain, mungkin saja itu adalah kejahatan yang memang layak untuk di-cancel.
Cobalah untuk menghukum seseorang dengan cara yang adil, bukan dengan cara yang toxic. Jika Anda pernah melakukan cancel culture, pertimbangkan kembali tindakan tersebut, terutama jika itu didasarkan pada aib masa lalu. Perlu dipikirkan matang-matang apakah aib tersebut merupakan kasus yang tidak bisa dimaafkan. Kita juga tidak tahu apakah orang tersebut telah berubah atau tidak.