RADAR JABAR - Pemerintah Amerika Serikat membantah laporan yang mengklaim bahwa mereka menawarkan amnesti kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk memaksanya mundur dari kekuasaan di tengah ketidakstabilan politik pada hari Senin (12/8).
Juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menegaskan bahwa sejak pemilihan pada 28 Juli, pihaknya tidak memberikan tawaran amnesti kepada Maduro atau pihak lainnya.
BACA JUGA:ECDC Laporkan 69 Kasus Infeksi Virus West Nile di Eropa Selama Tujuh Bulan Terakhir
"Sejak pemilu 28 Juli, kami belum memberikan tawaran amnesti khusus kepada Maduro atau pihak lain,” ujarnya kepada wartawan.
“Yang bisa saya sampaikan adalah, sejak pemilu, kami belum memberikan tawaran seperti itu.” tambahnya.
Penjelasan ini menyusul laporan dari Wall Street Journal yang menyatakan bahwa pemerintahan Biden sedang melakukan negosiasi rahasia untuk mendorong Maduro menyerahkan kekuasaan.
Laporan tersebut menyebut adanya tawaran jangka panjang yang melibatkan perlindungan hukum untuk Maduro dan pejabat seniornya serta jaminan tidak adanya ekstradisi oleh Washington.
BACA JUGA:IAEA Pastikan Tidak Ada Ancaman Terhadap Keamanan Nuklir Setelah Serangan Drone di PLTN Zaporizhzhia
Jean-Pierre tidak memberikan rincian apakah tawaran tersebut ada sebelum pemilihan pada 28 Juli. Dewan Pemilihan Nasional Venezuela mengumumkan pada 29 Juli bahwa Maduro memenangkan masa jabatan ketiga dengan perolehan suara 51,2 persen, namun hasil tersebut ditolak oleh oposisi yang menuduh adanya kecurangan.
BACA JUGA:Relawan MER-C Tiba di Gaza dengan Selamat, Siap Jalankan Tugas di Rumah Sakit Indonesia
Oposisi, dipimpin oleh Maria Corina Machado, merencanakan protes massal pada 17 Agustus sebagai bentuk penolakan terhadap hasil pemilu. Jean-Pierre menambahkan bahwa lebih dari 80 persen lembar penghitungan suara yang dikeluarkan oleh kelompok masyarakat sipil menguatkan klaim kecurangan, sehingga mendesak Maduro untuk mengakui masalah tersebut.
Selain itu, Departemen Pertahanan AS pada Maret 2020 mengajukan dakwaan terhadap Maduro dan 14 pejabat senior pemerintahannya dengan berbagai tuduhan, termasuk tuduhan kerjasama dengan pemberontak FARC untuk menyelundupkan kokain ke AS.*