Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah, mengungkapkan pada Rabu bahwa Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub meminta Pemkot Bogor mengambil alih pengelolaan transportasi massal ini pada akhir tahun 2024.
BACA JUGA:Sidang Praperadilan Kasus Pembunuhan Vina dan Eky, Tim Kuasa Hukum Pegi Setiawan Hadirkan Lima Saksi
“BPTJ minta (pengalihan pengelolaan) langsung, karena di BPTJ penganggaran APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dari Kementerian Keuangan untuk Kota Bogor ini sudah dianggap selasai. Nanti ia kembangkan lagi di daerah lain,” katanya.
Syarifah menyatakan bahwa hal ini akan dibahas bersama DPRD Kota Bogor dalam pembahasan anggaran Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2025 untuk memperoleh dukungan.
Menurut Syarifah, perubahan kebijakan ini tidak boleh menyebabkan penurunan kualitas layanan Biskita Transpakuan yang telah nyaman bagi masyarakat.
“Karena masyarakat sekarang sudah nyaman dengan menggunakan Biskita, jadi jangan sampai adanya perubahan kebijakan transportasi ini malah justru menurun,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pengalihan pengelolaan ini tidak mudah dan memerlukan persiapan di berbagai aspek, mulai dari sistem pendanaan hingga pengelolaan operator, penyedia layanan, dan pemilik bus.
Pemkot Bogor belajar dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Barat yang sudah terlebih dahulu mengambil alih pengelolaan program BTS dari Pemerintah Pusat.
BACA JUGA:Disway Network dan B Universe Sepakat Kolaborasi Kerjasama
“Ini kita kemarin itu belajar bagaimana sih dalam proses pengalihan, supaya aturan atau dasarnya yang harus disiapkan apa. Kalau dari mereka (Dishub Jawa Barat) ada beberapa Pergub, berarti juga kita nanti mungkin akan duplikasi Perwali apa saja,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Syarifah, Pemkot Bogor juga mempertimbangkan di mana anggaran transportasi ini akan ditempatkan, apakah di pos subsidi atau di pos belanja layanan.
“Jadi provinsi pun disimpannya di belanja layanan, kita akan mengikuti juga di belanja layanan karena lebih mudah disana tidak bicara subsidi, tapi pelayanan-pelayanan itu harus mengikuti seperti sebelumnya,” kata Syarifah.*