RADAR JABAR - Tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang mahasiswa bernama Melita De Grave terkait penyidikan dan pencarian buronan tersangka kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku (HM), calon anggota DPR RI terpilih untuk periode 2019-2024.
"Saksi Melita De Grave hadir dan tim penyidik masih terus mendalami dugaan adanya pihak-pihak yang diduga mengamankan keberadaan dari tersangka HM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (3/6).
Namun, KPK belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai apakah tim penyidik telah menemukan jejak Harun Masiku atau temuan lain dari pemeriksaan tersebut. KPK kembali memanggil saksi-saksi terkait penyidikan dengan tersangka Harun Masiku.
Terbaru, KPK memeriksa advokat Simon Petrus pada Rabu (29/5) dan mahasiswa Hugo Ganda pada Kamis (30/5). Kedua saksi tersebut dimintai keterangan dalam rangka pelacakan keberadaan Harun Masiku.
BACA JUGA:KPK Periksa Dua Saksi Telusuri Pihak Sembunyikan Harun Masiku
Dalam pemeriksaan, penyidik menemukan informasi bahwa ada pihak yang sengaja menyembunyikan Harun Masiku dan menghalangi penyidikan KPK.
Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Namun, Harun Masiku selalu menghindari panggilan penyidik KPK hingga akhirnya dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun Masiku, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022, Wahyu Setiawan, juga terlibat dalam perkara tersebut.
BACA JUGA:Keberadaan Harun Masiku Terdeteksi, Polri: Kami Tahu Lokasinya
Wahyu Setiawan, yang merupakan terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku, saat ini sedang menjalani masa bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.
KPK menjebloskan Wahyu Setiawan ke penjara berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Terpidana Wahyu Setiawan juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, Wahyu dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menyelesaikan hukuman utamanya.