RADAR JABAR - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada perdagangan Jumat, didorong oleh penurunan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat.
Pada penutupan perdagangan Jumat, rupiah menguat 12 poin atau 0,07 persen, menjadi Rp16.253 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.265 per dolar AS.
"Produk Domestik Bruto perekonomian AS tumbuh sebesar 1,3 persen secara tahunan pada kuartal pertama tahun 2024," kata analis Finex, Brahmantya Himayan kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Brahmantya menjelaskan bahwa angka PDB tersebut lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 1,6 persen dan 3,4 persen pada kuartal IV-2023, terutama karena revisi penurunan belanja konsumen.
Pertumbuhan ini menunjukkan perlambatan yang terus berlanjut sejak kontraksi pada paruh pertama tahun 2022.
Saat ini, pelaku pasar menunggu data Indeks Harga PCE Amerika Serikat, yang menjadi indikator inflasi utama bagi bank sentral AS, The Fed, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang arah suku bunga The Fed yang akan diumumkan pada Jumat malam WIB.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang meningkat di Timur Tengah, di mana Israel menyerang kamp di Rafah dan menewaskan 45 orang sebagai respons terhadap serangan di Tel-Aviv akhir pekan lalu, serta ketegangan di Laut Cina setelah penunjukan Lai Ching-de sebagai presiden baru Taiwan, dapat meningkatkan permintaan dolar Amerika sebagai aset safe-haven.
Namun, faktor fundamental utama pekan ini adalah data Indeks Harga PCE, indikator inflasi utama The Fed, yang akan dirilis Jumat malam ini pukul 19:30 WIB.
Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan pelemahan inflasi yang dapat mendukung penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat naik ke level Rp16.251 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.253 per dolar AS.