Menurut Arfianto, penerimaan terhadap apapun hasil keputusan MK sangat penting untuk mencegah terjadinya kegaduhan yang berpotensi memunculkan konsekuensi yang tidak diinginkan secara bersama-sama.
Dia menyoroti bahwa ketegangan pasca pencoblosan biasanya terjadi di kalangan elite politik yang merasa dirugikan oleh hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, masyarakat kalangan bawah cenderung menerima hasil penghitungan suara KPU tanpa membuat keributan, sebagai contoh pada Pemilu 2019.
BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Optimis Selsaikan Perkara PHPU Tepat Waktu
Arfianto mencontohkan sikap Ketua Umum Partai NasDem yang menerima hasil penghitungan KPU dan memberikan selamat kepada pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai sikap yang seharusnya diikuti oleh para elite politik lainnya.
Menurutnya, para elite politik seharusnya tidak membuat eskalasi konflik menjadi lebih besar. Dia juga mengharapkan agar memanasnya konflik di MK tidak memicu gelombang massa untuk melakukan aksi anarkis.
"Kalaupun ada pengerahan massa adalah mereka bagian yang tidak puas atau terdampak dari putusan MK. Tapi eskalasi-nya tidak terlalu besar dan dari elite politik walaupun ada sinyalemen tertentu, tapi selama ini masih tetap positif," kata dia.
Dalam konteks sidang perdana di MK terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024, Arfianto mencatat bahwa meskipun ada beberapa sinyal dari elite politik, tetapi secara keseluruhan, respons mereka terhadap sidang tersebut masih relatif positif.
BACA JUGA:Respons Menohok Gibran Tentang Pemilu Ulang Tanpanya: Mau Diulang Sampai Jagoannya Menang?
Sementara itu, MK sedang menggelar sidang perdana penanganan perkara PHPU Presiden Tahun 2024 yang diajukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, terhadap Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Pasangan calon nomor urut 01, Anies, mengklaim bahwa Pemilu Presiden 2024 tidak berlangsung secara bebas, jujur, dan adil.
Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan meminta MK untuk memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang tanpa melibatkan pasangan calon 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan Bawaslu untuk melakukan supervisi terkait pelaksanaan putusan tersebut (*).