RADAR JABAR - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan Indonesia terus memperhatikan kemungkinan munculnya konflik terbuka di Laut China Selatan. Hal tersebut mengingat beberapa insiden yang terjadi di wilayah sengketa tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Hadi menganggap bahwa potensi konflik selalu ada karena terdapat klaim kepemilikan wilayah yang saling tumpang tindih di Laut China Selatan, terutama dengan China yang secara sepihak mengklaim seluruh wilayah Laut China Selatan berdasarkan sejarah (nine-dash lines).
“Kita juga mencatat seringnya terjadi insiden di wilayah Laut China Selatan yang apabila tidak dikelola dengan baik akan dapat memicu konflik terbuka,” ujar Hadi dalam acara diskusi tentang Laut China Selatan yang diadakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) di Jakarta, pada hari Selasa (19/3).
BACA JUGA:Mantan Walikota Banjar Terlibat Kasus Suap dan Gratifikasi, Rugikan Negara Sekitar Rp10,2 Miliar
Oleh karena itu, Indonesia, yang wilayahnya di Laut Natuna Utara juga termasuk dalam Laut China Selatan, memiliki kepentingan untuk mengelola sengketa tersebut agar situasinya tetap damai dan stabil.
Namun, tujuan tersebut kini dihadapi dengan tantangan karena China juga secara sepihak mengeluarkan peta yang menambahkan sembilan garis putus-putus (nine-dash lines) menjadi sepuluh (ten-dash lines). Klaim tersebut juga tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, khususnya di Laut Natuna Utara.
Tidak hanya itu, Hadi juga menyoroti bahwa sengketa semakin rumit karena rivalitas antara dua negara adidaya, yaitu China dan Amerika Serikat, semakin meningkat. China semakin agresif dalam penempatan kapal-kapal coastguard-nya di wilayah sengketa, sementara Amerika Serikat juga membentuk pakta pertahanan seperti AUKUS (AS, Inggris, Australia) dan QUAD (AS, India, Jepang, dan Australia) untuk menahan pengaruh China.
BACA JUGA:Menkominfo 'Take Down' 1.971 Berita Hoaks Seputar Pemilu di Media Sosial
Mengenai situasi tersebut, Hadi menekankan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjalankan mandat yang diberikan oleh UUD 1945, termasuk dalam memelihara perdamaian dunia.
“Kita tidak ingin melihat wilayah Laut China Selatan justru dijadikan ajang proyeksi kekuatan negara major powers (negara adidaya, red.) dan menjadi episentrum konflik. Kita harus mampu mengubah Laut China Selatan menjadi sea of peace,” ujar Menko Polhukam RI.
BACA JUGA:Aturan THR Buruh Resmi Ditetapkan Kemnaker, Laporkan ke Sini Jika Ada yang Melanggar
Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia telah aktif mendorong negara-negara yang terlibat dalam sengketa untuk segera mencapai kesepakatan tentang tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut China Selatan.
“Atas inisiatif dan dorongan Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada 2023, ASEAN dan China berhasil menyepakati percepatan perundingan CoC. Kita menargetkan CoC dapat difinalisasi dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu pada 2025,” ujar Hadi.
Hadi juga optimis bahwa jika dokumen tersebut berhasil disepakati, maka itu akan menjadi dasar untuk membangun rasa saling percaya terutama dalam mengelola sengketa dan konflik di Laut China Selatan.*