Radar Jabar - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan tinjauan di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Selasa, 5 Maret 2024, untuk mengevaluasi dampak dari pergerakan tanah yang menghantam daerah tersebut.
Dampak dari bencana pergerakan tanah ini menyebabkan 48 kepala keluarga (KK) dengan total 192 jiwa di Kampung Cigombong harus mengungsi. Sebanyak 10 rumah roboh, 1 bangunan Kompleks SD runtuh, dan 38 rumah lainnya mengalami ancaman retak-retak dengan lebar antara 10 centimeter hingga 5 meter.
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, mengungkapkan bahwa luas tanah yang terdampak mencapai lebih dari 1,5 hektar, dengan potensi perluasan yang dikhawatirkan karena adanya retakan-retakan di sekitarnya. Proses pengukuran retakan masih berlangsung, namun Suharyanto menegaskan bahwa kondisinya serupa dengan tapal kuda.
“Tanah yang bergerak 1,5 hektar lebih, hanya kan kita khawatirkan meluas karena ada retakan-retakan di samping. Untuk panjang retakan ini masih dalam proses pengukuran, tapi yang jelas ini seperti tapal kuda,” kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat meninjau lokasi bencana pergerakan tanah di Cibedug Rongga, Selasa (5/3/2024).
Dalam rangka membantu warga yang terdampak, Suharyanto menyatakan komitmen untuk membangun rumah baru serta gedung sekolah di lokasi yang terkena dampak pergerakan tanah. BNPB telah menyiapkan anggaran untuk pembangunan rumah dan bangunan sekolah baru, sementara pemerintah daerah diharapkan menyediakan lahan relokasi.
"Kita siapkan anggaran untuk pembangunan rumah warga dan bangunan sekolah terdampak gerakan tanah. Jadi pemerintah daerah tinggal menyiapkan lahan relokasinya saja," katanya
Meskipun demikian, Suharyanto menjelaskan bahwa BNPB akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp60 juta per unit rumah untuk membangun hunian relokasi bagi warga terdampak. Rumah-rumah tersebut akan dirancang agar layak huni dan memenuhi standar keamanan.
"Satu rumah Rp60 juta, tapi kalau yang punya rumah ingin merenovasinya lagi gapapa. Tapi itu jika ada dana lebih," tambahnya.
Proses pembangunan rumah relokasi ini diperkirakan membutuhkan waktu antara 2 bulan hingga 1 tahun. Selama periode ini, warga yang terdampak akan menerima bantuan dana tunggu hunian sebesar Rp500 ribu per bulan per kepala keluarga.
"Masyarakat terdampak jangan terlalu lama di tempat pengungsian. Pemerintah pusat juga menyiapkan dana tunggu hunian bagi tiap kepala keluarga sebesar Rp500 ribu per bulan. Itu bisa digunakan untuk kontrak rumah atau tinggal di rumah saudara. Atau batuan dari sumber lain dihimpun lalu dibangun Huntara sambil menunggu pembangunan hunian tetap selesai," tandasnya.
Pj Bupati Bandung Barat, Arsan Latif, menambahkan bahwa proses penyediaan lahan dan bangunan untuk warga terdampak diharapkan dapat selesai dalam dua bulan ke depan. Ada tiga skema relokasi yang dapat digunakan, yaitu menggunakan tanah desa, Perhutani, atau pembelian lahan oleh pemerintah daerah. Warga juga memiliki opsi untuk relokasi mandiri atau relokasi yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan anggaran sebesar Rp60 juta per unit rumah.
"Ada tiga skema bisa kita menggunakan tanah desa, Perhutani maupun pemda yang membeli lahan. Ada dua bentuk relokasi yakni secara mandiri maupun oleh Pemda," katanya.
Sebagai upaya memastikan bahwa masyarakat terdampak tidak tinggal terlalu lama di tempat pengungsian, pemerintah pusat juga menyediakan dana tunggu hunian sebesar Rp500 ribu per bulan. Dana ini dapat digunakan untuk menyewa rumah atau tinggal sementara di rumah saudara, serta membangun Huntara (hunian sementara) sebagai solusi alternatif.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat memberikan bantuan dan kepastian kepada warga terdampak pergerakan tanah di Bandung Barat untuk segera mendapatkan hunian yang layak dan aman (*)).