RADAR JABAR - Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung telah berhasil mengungkap sebuah kasus yang diduga sebagai penyalahgunaan dalam penjualan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar. Tindakan ini dilakukan dengan cara memodifikasi kendaraan agar dapat mengangkut solar dalam jumlah besar.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol. Kusworo Wibowo, dalam suatu konferensi pers yang diselenggarakan di Mapolresta Bandung, pada hari Selasa (23/1), menyatakan bahwa kasus ini terungkap berawal dari kecurigaan anggotanya terhadap seorang individu berinisial IB di sebuah SPBU yang berlokasi di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (9/1).
"Kemudian dilakukan penelusuran dan didapatkan bahwa tersangka inisial IB ini dengan menggunakan mobil yang dimodifikasi bisa mengangkut 2.000 liter," ujar Kusworo
BACA JUGA:SMPN 13 Citeureup Ungkap Butuhkan Bantuan untuk Fasilitas Pembangunan
Dijelaskan olehnya, pelaku melakukan aksi penyalahgunaan ini dengan membeli solar subsidi di SPBU di Kabupaten Bandung menggunakan kendaraan modifikasi di berbagai SPBU untuk mengumpulkan BBM bersubsidi.
Ia menambahkan, kendaraan yang digunakan pelaku disebut 'helikopter' karena bergerak berputar ke berbagai SPBU untuk mengisi solar subsidi. Pelaku melakukan pembelian dengan cara menggunakan kode barcode dan tanda nomor kendaraan motor yang tidak sesuai dengan kendaraan yang digunakan.
BACA JUGA:Disdagkoperin Kota Cimahi Gelar 10 Operasi Pasar Murah dalam Rangka Atasi Inflasi
Kepolisian juga menangkap seorang tersangka lain, RW, yang berperan sebagai pembeli BBM ilegal dari IB. Pelaku IB membeli solar subsidi dengan harga Rp6.800 per liter, lalu menjualnya kepada RW seharga Rp7.900 per liter.
"Pelaku RW ini mendapat keuntungan Rp900 per liter untuk BBM subsidi ini," jelas Kusworo
Kusworo menuturkan bahwa keduanya kini dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Sebagaimana telah dirubah dalam Pasal 40 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja dengan ancaman enam tahun penjara.*