Permohonan tersebut dilakukan setelah keluarga dan perwakilan hukum mereka mengadakan pertemuan dengan berbagai kementerian dan lembaga yang terkait, termasuk DJKI Kemenkumham, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Riset Teknologi Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi, serta pihak-pihak terkait lainnya.
"Pihak yang memplagiat lagu nasional telah melanggar hak moral sesuai ketentuan pasal 58 ayat 1 UU Hak Cipta," ujarnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, lagu atau musik yang dihasilkan oleh seorang pencipta dilindungi oleh hak cipta selama masa hidupnya, dan hak ini berlangsung selama 70 tahun setelah kematian pencipta.
Dengan kata lain, setelah Ismail Marzuki meninggal pada tahun 1958, ahli warisnya masih memiliki hak untuk mengelola hak cipta lagu tersebut hingga tahun 2028.
Selain itu, hak moral juga mencakup hak atribusi, yaitu hak untuk menyebutkan nama pencipta dalam karya tersebut, dan hak integrasi, yang berarti karya tersebut tidak boleh diubah atau dimodifikasi tanpa izin dari penciptanya.
"Yang sudah jelas saat ini bahwa yang terjadi adalah pengubahan lirik 'Halo-halo Bandung', yang mana ini pelanggaran hak moral," pungkasnya.
Sejarah Lagu Halo-Halo Bandung
Lagu "Halo-Halo Bandung" dikenal sebagai salah satu lagu yang membara semangat perjuangan rakyat Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Bandung selama masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1949).
Meskipun liriknya sederhana dan singkat, lagu ini berhasil menyampaikan dengan kuat semangat yang membara dalam hati rakyat Bandung untuk mempertahankan kota mereka.
Selama ini, masyarakat menganggap Ismail Marzuki sebagai pencipta lagu ini. "Halo-Halo Bandung" pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 Mei 1946, dan saat ini terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor permohonan EC00202106966.
BACA JUGA:Diduga Dijiplak oleh Malaysia, Menparekraf Tegaskan Lagu Halo-Halo Bandung Milik Indonesia
Menurut informasi yang terdapat di laman Pemerintah Kabupaten Bandung, cerita di balik "Halo-Halo Bandung" juga berkaitan dengan kisah Ismail Marzuki dan istrinya, Eulis Zuraidah.
Ismail Marzuki menciptakan lagu ini sekitar waktu terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.
Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi sebagai respons terhadap ultimatum dari Sekutu kepada penduduk Bandung untuk meninggalkan kota.
Para tentara dan warga yang enggan menyerahkan Bandung kepada Sekutu, memilih untuk membakar bangunan-bangunan penting dan rumah mereka sebelum meninggalkan kota tersebut, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh Sekutu.