Analoginya mirip saat mandi dengan air dingin atau panas, lama-kelamaan kita akan terbiasa dengan suhu air tersebut karena tubuh dan otak kita semakin tidak sensitif, dan hal serupa berlaku untuk perlakuan dari pasangan.
Ada juga teori lain yang berhubungan dengan konsep alam bawah sadar atau Unconsciousness, yaitu Repetition Compulsion. Menurut Sigmund Freud, pencetus teori ini, seseorang sering kali tanpa sadar mengulang pengalaman buruk atau traumatis yang pernah dialami di masa lalu atau masa kecil.
Artinya, karena terbiasa mengalami hal negatif, respons yang kita dapat di masa lalu menjadi akar dalam alam bawah sadar kita.
Sehingga, tanpa sadar, kita akan menempatkan diri kita dalam situasi di mana kemungkinan peristiwa yang sama akan terjadi. Sebagai mekanisme pertahanan atau Defense Mechanism, kita mungkin berpikir bahwa kita sudah tahu bagaimana menghadapinya.
Jika kita merasa terbiasa dan terus-menerus mendapatkan situasi toxic, baik itu secara sengaja maupun tidak, maka mungkin saatnya untuk melakukan evaluasi diri.
Pertanyaannya, apakah kita merasa nyaman dengan keadaan yang kita alami saat ini? Jika tidak, maka kita bisa melakukan sesuatu untuk keluar dari perasaan negatif dan ketidaknyamanan tersebut. Itulah alasan pertama.
2. Takut Sendirian
Rasa takut sendirian atau takut tidak akan mendapatkan jodoh lagi. Rasa takut ini menjadi faktor besar bagi pasangan dalam toxic relationship untuk tetap bertahan di hubungan tersebut, meskipun sudah jelas bahwa hubungannya tidak sehat dan tidak baik bagi mereka.
BACA JUGA:7 Tanda Seseorang Memiliki Kepribadian Cantik dan Dapat Dicintai oleh Banyak Orang. Kamu Termasuk?
Sebagai manusia, secara alami kita cenderung ingin memiliki hubungan yang bisa memenuhi kebutuhan kita. Kita ingin memiliki seseorang yang dapat menjadi teman untuk berbagi cerita tentang kehidupan dan berbagai pengalaman.
Namun, karena kita memiliki kebutuhan dasar tersebut dan merasa nyaman dengan situasi saat ini, banyak dari kita akan berada dalam penyangkalan. Kita mungkin berpikir bahwa kondisi hubungan yang ada sudah cukup untuk kita, meskipun sebenarnya kita tahu bahwa hubungan tersebut bersifat toxic dan tidak memenuhi kebutuhan kita.
Meskipun kita menyadari hal itu, kita cenderung untuk tetap menyangkalnya, dan setiap kali berpikir untuk mengakhiri hubungan, muncul kekhawatiran bahwa kita akan kesulitan atau bahkan tidak akan menemukan pengganti pasangan kita, sehingga kita takut akan kesepian.
Menurut Freud dan Erick Erickson, hal ini bisa disebabkan karena kita berusaha untuk menyangkal realitas dan perasaan kita sendiri, agar kita bisa merasa bahwa kita memiliki hubungan yang penuh kasih. Bagi kita, yang penting adalah tidak kehilangan pasangan, walaupun hubungan kita toxic atau menyebabkan perasaan negatif.
3. Merasa Banyak Berinvestasi pada Hubungan
Alasan ketiga adalah kita sudah terlalu banyak berinvestasi, baik itu waktu, tenaga, atau emosi. Semakin banyak waktu dan emosi yang kita investasikan dalam hubungan, meskipun hubungannya negatif, semakin sulit bagi kita untuk melepaskan dan selalu ingin berinvestasi lebih lanjut untuk memperbaikinya.
Padahal, yang perlu kita sadari adalah bahwa investasi terus-menerus tidak selalu baik, terutama jika investasinya dilakukan pada hal, barang, atau pasangan yang sebenarnya tidak cocok dengan kita.