DEPOK, RadarJabar - Langkah pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menyulut pergolakan di masyarakat.
Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai semakin membuat ekonomi masyarakat tercekik.
Berbagai desakan agar pemerintah mencabut kenaikan harga BBM pun dilakukan sejumlah kalangan, mulai dari mahasiswa hingga buruh dengan menggelar aksi unjuk rasa.
Bukan tanpa alasan, penolakan terhadap kenaikan harga BBM yang marak dilakukan tersebut lantaran kondisi perekonomian masyarakat baru mulai pulih usai diterkam pagebluk Covid-19.
Salah satu sektor yang disebut terdampak kenaikan harga BBM adalah pendidikan. Sebab, harga BBM yang melonjak berpotensi memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menanggapi hal tersebut, politisi asal Kota Depok, Afrizal A. Lana menilai, masih terlalu banyak pihak yang hanya berkutat pada upaya penolakan. Sehingga tidak ada jalan keluar untuk persoalan tersebut.
"Memang namanya BBM naik ini meyakitkan, tapi kalau omongan hanya dibalas omongan, tidak ada tindakan, ya susah," kata Afrizal saat berbincang di Kota Depok, Rabu, 28 September 2022.
Menurutnya, salah satu solusi untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM, adalah memaksimalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Pasalnya, SPM merupakan pelayanan dasar yang wajib diberikan pemerintah.
Sebagai contoh, dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), 20 persen dari total anggaran telah dialokasikan untuk pendidikan.
Artinya, anggaran tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal untuk membantu masyarakat.
"Bagaimana caranya anak-anak kita supaya tetap bisa sekolah dengan kondisi sekarang, sehingga orang tua tidak terbebani," ujar Afrizal.
Di samping pendidikan, terang Afrizal, sektor lain yang manfaatnya harus dirasakan masyarakat adalah kesehatan.
Pasalnya, sektor tersebut juga merupakan bagian pelayanan dasar.
"Karena dari APBD ada 10 persen untuk kesehatan, dan pendidikan 20 persen. Artinya 30 persen dari APBD itu tinggal dikembangkan," paparnya.