“Terus terang saya melihat Anda itu hebat, saya kira kita baru bertemu dua kali. Anda kritik saya banyak, Anda kritik pemerintah juga banyak, kritik presiden juga banyak. It’s oke, this is demokrasi,” ujar Luhut.
Sekedar diketahui, kursi Presiden sejak kemerdekaan RI 1945 hingga saat ini hampir selalu diduduki oleh para tokoh berdarah Jawa.
Mulai dari Soekarno yang berasal dari Blitar, Soeharto dari Bantul, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari Jombang, Megawati Soekarnoputri kelahiran Yogyakarta, Susilo Bambang Yudhoyono dari Pacitan, dan Joko Widodo asal Surakarta.
Hanya satu perkecualian adalah BJ Habibie menjadi presdien menggantikan Soeharto yang mundur dari jabatannya pada 1998.
Hingga saat ini, hanya BJ Habibie yang merupakan kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu menjadi satu-satunya presiden Indonesia yang bukan beretnis Jawa.
Pada April 2022 lalu, lembaga penelitian kebijakan dan opini publik Populi Center mencoba membuat survei yang berbeda yakni terkait calon presiden dari luar suku Jawa.
Hasilnya, mayoritas masyarakat setuju dengan ide bahwa Presiden Indonesia berasal dari luar suku Jawa.
“Ketika masyarakat ditanya apakah setuju atau tidak setuju apabila suku yang berasal dari luar Jawa menjadi Presiden Indonesia, masyarakat menjawab setuju sebesar 68,4 persen (sangat setuju sebesar 6,2 persen, setuju sebesar 62,2 persen),” ujar peneliti sekaligus Deputi Direktur Eksekutif Populi Center, Rafif Pamenang Imawan, dalam diskusi virtual pada Ahad, 24 April 2022.
Sementara angka yang kurang setuju hanya sebesar 14,6 persen dan tidak setuju sebesar 11 persen dan sebesar 6 persen menjawab tidak tahu/ tidak jawab.
Survei itu digelar pada 21-29 Maret 2022 dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang tersebar secara proporsional di 34 Provinsi di Indonesia.
Pemilihan responden dilakukan dengan metode acak bertingkat (multistage random sampling).
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara tatap muka muka secara langsung. Populi mengklaim margin of error survei ini kurang lebih 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Melki Laka Lena, yang ikut dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa hasil survei itu menunjukkan kematangan dalam demokrasi penduduk yang semakin baik. Menurut Melki, informasi tersebut patut didengarkan.
“Ada 68 persen yang mengatakan tidak memilih berdasarkan asal dari suku mana, ini menunjukkan bahwa pubik sudah betul-betul tidak lagi berada pada persepsi ataupun perilakukan atau perspektif politik lama,” tutur dia. (Fin-red)