BOGOR, RadarJabar - Dalam pidatonya di peringatan Dies Natalis ke-59 IPB University di Kampus Dramaga, Bogor, Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sumber protein hewani penting dalam penguatan resiliensi sistem pangan, sumber protein hewani dari unggas, sapi, dan ikan perlu terus didorong.
Arif mengurai, berdasarkan grafik Pusat Data Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, sumber kalori dan protein rumah tangga masih didominasi oleh biji-bijian.
Konsumsi padi-padian untuk sumber kalori dan protein melebihi konsumsi protein hewani.
Menurutnya, peningkatan konsumsi protein hewani seperti ikan harus diupayakan dengan inovasi teknologi budi daya.
Misalnya inovasi Peneliti IPB University yakni sistem Biofloc-Ras Indoors untuk budidaya udang intensif di lahan terbatas. Inovasi ini, kata dia, bisa menjadi momentum kebangkitan udang di Indonesia.
“Maka dari itu, dengan adanya inovasi-inovasi ini akan memberi harapan bagaimana peningkatan konsumsi pangan berasal dari hewani ini bisa terus didorong dan budi daya lain harus kita tingkatkan,” ungkapnya pada Kamis, 1 September 2022 di Gedung Grha Widya Wisuda (GWW).
Dia menjelaskan, dalam meningkatkan konsumsi protein hewani IPB University juga telah menghasilkan inovasi varietas unggul rumpun ayam.
Varietas itu adalah Ayam IPB D-1, Ayam IPB D-2, dan Ayam IPB D-3. Varietas-varietas ayam ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi dan mampu menghasilkan kualitas serta jumlah telur yang lebih baik dan ketahanan terhadap penyakit lebih tinggi.
Arif turut menyinggung penguatan inovasi dan industri pangan nasional dalam penguatan resiliensi sistem pangan, yakni melalui penguatan nilai tambah pasca panen dan pengolahan pangan lokal. Transisi industri pangan dari assembling ke manufacturing serta didukung dengan hilirisasi inovasi pengolahan pangan.
“Kita menyadari betapa diversifikasi pangan menjadi komponen yang penting agar kita semakin resilien dan tidak tergantung pada salah satu komoditi pangan. Maka perlu digenjot inovasi dan hilirisasinya melalui industri pangan nasional,” dorongnya.
"Inovasi berkorelasi positif dengan Gross Domestic Product (GDP) per kapita. Semakin tinggi GDP per kapita sebuah negara, semakin tinggi nilai Global Innovation Indeks-nya. Inovasi menjadi lokomotif penting dalam pembangunan ekonomi satu negara," imbuhnya.
Menurutnya, IPB University telah menghasilkan berbagai produk inovatif diversifikasi pangan, mulai dari beras analog, beras jagung, beras rumput laut, mie nonterigu, hingga produk pangan lokal berbahan dasar sagu.
"Sagu memiliki potensi lebih dari 40 juta hektare, pemanfaatanya baru lima persen. Bila bisa fokus pada diversifikasi pangan dan kebermanfaatannya, maka ini bisa semakin memperkuat resiliensi pangan kita,” sebutnya.
Arif membeberkan, dalam rangka industrialisasi produk-produk diversifikasi pangan tersebut, IPB University menjembataninya dengan memperkuat Science and Techno Park (STP).
Mulai September 2022 ini, pihaknya sudah mampu memproduksi sendiri minuman kemasan. Teaching industry juga sudah didirikan dan dijalankan. Bertepatan dengan perayaan Dies Natalis IPB University, ini jadi momentum kebangkitan minuman produksi IPB University.