“Jadi tidak murni penerima menghimpun dana kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue, ada keuntungan,” bebernya.
PPATK juga menemukan adanya keterkaitan ACT dengan perusahaan yang ternyata dimiliki oleh pendiri ACT.
“PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini itu terkait dengan beberapa usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya,” jelasnya.
Yang cukup mengejutkan, PPATK juga menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu entitas perusahaan milik pendiri ACT dengan nilai Rp30 miliar.
“Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT,” beber Ivan.
Tidak hanya itu, PPATK juga menemukan indikasi tentang salah satu karyawan Aksi Cepat Tanggap mengirimkan dana ke negara-negara berisiko tinggi dengan terorisme.
PPATK mencatat karyawan ACT itu melakukan 17 transaksi dengan jumlah dana Rp1,7 miliar dengan jumlah setiap pengirimannya bervariasi.
“Antara Rp10 juta sampai dengan Rp52 juta,” kata Ivan.
Menurut Ivan, penelusuran PPATK mengungkap indikasi tentang karyawan ACT itu terafiliasi dengan kelompok terorisme jaringan Al Qaeda. Penerima dana itu pernah ditangkap kepolisian Turki.
Kendati demikian, PPATK masih perlu menelusuri lebih lanjut perihal temuan itu. (pojoksatu-red)