BANDUNG - Per satu Juli, pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar, diinstruksikan menggunakan aplikasi MyPertamina. Pada H-1 proses penerapan aplikasi, banyak warga melakukan panic buying sehingga membuat antrean panjang di beberapa SPBU Kota Bandung.
Business Unit Head SPBU COCO (Corporate Owner Corporate Operate) Ujung Berung, Riki Gumilar, menegaskan bahwa ada miskonsepsi di lingkungan masyarakat yang berimbas pada antrean panjang terjadi selama 2 hari terakhir.
"Masyarakat ketakutan harus pakai (aplikasi) MyPertamina, sebenarnya tidak harus. Jadi ini kan tanggal 1 Juli ini tahap pendaftaran sebenarnya. Tahap pendaftaran ini masyarakat itu masih bebas ngisi (seperti biasa), dan sebenarnya yang diberlakukan pun bukan pakai MyPertamina tapi mendaftarkan kendaraan melalui webnya subsiditepat.MyPertamina.id," terangnya kepada Jabar Ekspres di SPBU Ujung Berung, Jumat (1/7).
Kendaraan yang didaftarkan, ujar Riki, akan diverifikasi oleh tim verifikator. Setelah itu pengguna akan mendapatkan QR CODE/barcode. Barcode ini, kata dia, adalah hal yang paling penting untuk nanti digunakan ketika konsumen akan mengisi pertalite dan solar.
"Karena dua bahan bakar itu subsidi, jadi itu yang nanti dari regulator mana yang layak dapat subsidi mana yang nggak. Jadi sampai sejauh ini kita masih di tahap pendaftaran nih, tanggal 1 ini sampai waktu yang nanti belum ditentukan," jelasnya.
Kendaraan yang boleh mendapat pertalite, ungkapnya, akan ditentukan oleh tim verifikator yang akan diterjunkan di lapangan.
"Jadi sampai saat ini kita juga belum tahu yang kategori mana mobil mewah mana bukan tuh seperti apa, isunya kan kemarin yang beredar diatas 2000 CC itu kategorinya mewah, dibawah berarti masih boleh. Cuman itu nanti yang menentukan dari pemerintah bukan dari kami," kata Riki.
Saat ini, bebernya, seluruh dispenser yang ada di SPBU Ujung Berung sudah terdigitalisasi. Mesin digitalisasi ini nantinya akan tersambung ke server internet. "Termasuk sekarang untuk solar pun kita udah berlakukan pencatatan nomor polisi, nanti ketika konsumen datang, nomor polisi kita catat, itu keluar datanya," jelasnya.
Saat ditanya terkait penggunaan aplikasi yang terdapat di smartphone, yang notabene tidak diperbolehkan digunakan di sekitar mesin dispenser BBM. Riki meluruskan bahwa sebenarnya penggunaan smartphone diperbolehkan dengan syarat tertentu.
"Sebenarnya kalau HP tuh boleh, jadi di titik-titik rawan itu memang gak boleh. Terus ada jarak aman, jadi jarak 1,5 M dari dispenser itu aman menggunakan HP, tapi bukan GPRS. Itu yang mungkin masyarakat belum tahu," paparnya.
Transaksi sendiri, ungkap Riki, tidak perlu menggunakan smartphone. Cukup dengan membawa QR Code lalu dicetak di kertas, pembelian bisa dilakukan. "Sebenarnya tinggal di scan di mesin EDC kami, udah keluar data kendaraannya, kuotanya berapa itu baru bisa kita layani," imbuh Riki.
Selama konsumen membawa QR Code, kata dia, pihaknya akan melayani pembelian pertalite dan solar. "Untuk tahap 1 (tahap pendaftaran) ini masih kita layani, nanti ketika sudah diberlakukan, ketika konsumen gak punya QR Code, kita gak bisa layani," tegasnya. (arv)